Pantaskah Aku Untuk Dicintai? - Mazdesu
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pantaskah Aku Untuk Dicintai?

Pantaskah Aku Untuk Dicintai?
Hujan begitu deras seakan sang awan mencoba menumpahkan seluruh muatannya diatasku. Rintik hujan yang menabrak atap rumahku menghasilkan alunan musik abstrak yang terdengar jelas meski telah kusumpal telingaku dengan bantal.

Mencoba untuk tidur dalam suasana dingin yang biasanya sangat cocok dibawa tidur. Namun, untuk beberapa alasan yang aku sendiri pun tak mengetahuinya, saya tak dapat sedikitpun membuka pintu alam mimpi.

Dalam suasana itu, hati kecilku seakan terbangun untuk bercerita sedikit tentang kehidupan padaku. Sepintas terbersit dibenakku sebuah pertanyaan, “Pantaskah aku untuk dicintai?” Sebuah pertanyaan yang sejenak membuat otakku yang tadinya malas kembali berpikir sejenak.

Aku pernah, mungkin kata ‘pernah’ kurang tepat, melakukan kesalahan. Dosa yang mungkin tak pantas dimaafkan. Namun lagi aku masih dicintai. Diterima oleh orang-orang disekitarku. Mungkin benar kata Muhammad bin Wasi' rahimahullah dalam Siyar A'lam An-Nubala', andaikan dosa itu beraroma, maka tidak akan ada orang yang ingin berdekatan denganku dikarenakan aroma busuk yang keluar dari tubuhku.

Tuhan Maha Baik. Ar-Rahman Ar-Rahim, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ia tidak membuat aku yang penuh dosa ini lebih menderita lagi. Betapapun aku melakukan dosa, Ia selalu mencoba menyayangi aku. Melindungi aku dengan cara-Nya.

Satu yang aku ingat dalam renunganku, sebuah ayat dalam Ar-Rahman yang diulang lebih kurang 31 kali.
“Maka nikmat Tuhan kamu mana lagikah yang kamu dustakan?”
Sebuah ayat yang cukup untuk membuat hatiku tergetar. Ingin saat itu aku menangis berterima kasih. Namun, dosa yang kumiliki mungkin telah membuat hati ini keras dan gelap hingga air mata tak menetes sedikitpun.

Pantaskah aku untuk dicintai? Aku bukanlah orang yang bisa menghargai orang lain. Aku hidup seperti untuk diriku sendiri. Ketika aku senang, aku lebih suka untuk menikmati kesenangan itu sendiri, pun ketika aku sedih. Keberadaanku di masyarakat mungkin akan menjadi tabu ketika aku telah lepas dari institusi tempatku mengenyam pendidikan. Tapi, aku tahu itu konsekuensi yang harus aku ambil. Sebuah bayaran atas dosa yang pernah aku lakukan.

Aku tak pernah ingin mencoba untuk menjalin hubungan secara intens dengan seseorang karena aku tahu, kelak, ketika mereka telah menemukan seorang teman baru, teman lama sepertiku akan menjadi usang dan terlupakan. Sebuah kejadian yang aku coba untuk hindari sebisaku.

Terkadang aku masih ingin untuk diberi perhatian. Untuk sekedar bertegur sapa dan berbicara sederhana. Membahas hal-hal kecil yang terjadi baru-baru ini. Tersenyum bahagia bersama karena hal yang sama-sama disukai.

Betapa naifnya aku. Sungguh, masih pantaskah aku untuk dicintai?

Posting Komentar untuk "Pantaskah Aku Untuk Dicintai?"